dialectical

Borderline Personality Disorder (BPD) awalnya diperkenalkan sebagai istilah untuk menggambarkan kondisi mental yang berada di antara neurosis dan skizofrenia. Dalam perkembangannya, tokoh-tokoh seperti Kernberg dan Grinker menyoroti bahwa BPD ditandai oleh ledakan emosi, relasi interpersonal yang labil, krisis identitas, serta rasa kesepian yang mendalam. Pada tahun 1980, gangguan ini secara resmi diakui dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-III) dengan karakteristik utama berupa perubahan drastis dalam hubungan sosial dan konsep diri.  Selama lebih dari 40 tahun terakhir, BPD menjadi salah satu gangguan kepribadian yang paling banyak mendapat perhatian penelitian, mulai dari aspek genetik, pengalaman traumatis di masa kanak-kanak, hingga keberhasilan terapi psikologis seperti dialectical behavior therapy. Hasil kajian menunjukkan bahwa pemahaman dan penanganan BPD tidak hanya krusial bagi penderita, tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap lingkungan sosial dan keluarga mereka.

Kondisi ini biasanya dapat terjadi akibat akumulasi emosi yang dianggap biasa terjadi pada usia remaja. Pada fase remaja, kestabilan emosi dianggap dari proses perkembangan namun dapat berkembang menjadi BPD. BPD menunjukan kondisi gangguan emosi yang kompleks, ditandai dengan suasana hati yang sangat labil, rasa takut ditinggalkan, dan hubungan yang sering kali penuh drama—kadang sangat dekat, lalu tiba-tiba renggang. Orang dengan BPD biasanya memiliki citra diri yang tidak stabil, mudah merasa kosong, dan cenderung bertindak impulsif, misalnya melukai diri, melakukan hal berisiko, atau meluapkan emosi dengan marah berlebihan hingga ingin mengakhiri hidupnya. Dalam kesehariannya, mereka juga sering merasa cemas, depresi, atau tidak berharga, bahkan bisa mengalami perasaan terasing dari orang lain. Menurut kriteria ICD-11, BPD bukan hanya soal emosi yang naik-turun, tetapi juga menyangkut kesulitan mendasar dalam membangun identitas diri, menjaga hubungan, dan mengendalikan perilaku.

Salah satu pendekatan yang terbukti efektif dalam penanganan BPD ini adalah Dialectical Behavior Therapy (DBT), terapi yang menggabungkan elemen kognitif-perilaku, mindfulness, serta filosofi dialektis. DBT berfokus pada pengembangan empat keterampilan utama, yaitu mindfulness, efektivitas interpersonal, regulasi emosi, dan toleransi terhadap ketidaknyamanan; melalui kombinasi terapi individual, pelatihan keterampilan, dan dukungan saat krisis. Berbagai penelitian menunjukkan efektivitas DBT dalam menurunkan perilaku melukai diri, depresi, hingga gangguan makan, meskipun keberhasilannya tetap dipengaruhi oleh faktor komorbiditas dan kualitas hubungan terapeutik. Dengan bukti empiris yang semakin berkembang, DBT kini menjadi salah satu intervensi utama yang menjanjikan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dengan BPD.

DBT mendorong terbentuknya keterampilan psikososial dan motivasional. Pendekatan ini menggunakan protokol evaluasi, terapi individual dan kelompok, kontak melalui telepon, serta tindak lanjut, dengan strategi yang didasarkan pada usulan perubahan dalam konteks penerimaan realitas secara dialektis. DBT memberikan respons terapeutik yang optimal dalam mengurangi perilaku melukai diri, pikiran dan percobaan bunuh diri, serta frekuensi perawatan darurat dan rawat inap pada BPD, yang menjadikannya sebagai kontribusi berharga dari perspektif kesehatan masyarakat. Tantangan penelitian selanjutnya adalah merancang protokol yang membandingkan efektivitas DBT berdasarkan kerangka metodologis yang homogen, yang mengevaluasi kontribusi masing-masing subprogram terhadap perbaikan klinis BPD, serta mengimplementasikan penerapannya secara efisien pada konteks pelayanan lokal.

BPD ini dikembangkan oleh Marsha Linehan merupakan pendekatan terapi yang memadukan teknik kognitif-perilaku dengan strategi penerimaan untuk membantu pasien menyeimbangkan kebutuhan perubahan dan validasi, khususnya pada mereka yang mengalami perilaku berisiko tinggi serta gangguan kepribadian ambang (BPD). Terapi ini diakui dalam berbagai pedoman kesehatan internasional dan mencakup terapi individual, pelatihan keterampilan kelompok, serta konsultasi bagi terapis. Berbagai penelitian telah menunjukkan efektivitas DBT dalam menurunkan keinginan bunuh diri, perilaku melukai diri, dan gejala depresi, bahkan efeknya dapat bertahan hingga dua tahun pascaterapi. Studi besar di Berlin melaporkan bahwa 77% peserta tidak lagi memenuhi kriteria BPD setelah satu tahun menjalani DBT, menegaskan potensi besar pendekatan ini dalam perbaikan gejala BPD. Namun demikian, DBT juga memiliki keterbatasan, seperti efektivitas yang menurun pada kasus parah, kesulitan menjaga hasil jangka panjang, serta angka putus terapi yang relatif tinggi. Kendala metodologis seperti ukuran sampel kecil juga membatasi generalisasi temuan, sehingga efektivitas DBT perlu dikaji lebih lanjut agar dapat dioptimalkan dan diterapkan secara lebih luas dalam berbagai konteks pelayanan kesehatan. Dengan kompleksitas gejala dan dampaknya terhadap kehidupan penderita maupun lingkungannya, BPD tidak dapat dipandang sebelah mata, namun dapat diatasi salah satunya adalah dengan DBT. Efektivitas DBT memberikan harapan nyata bagi peningkatan kualitas hidup pasien, namun keberhasilan terapi sangat bergantung pada dukungan sistem kesehatan, keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kesadaran bersama untuk mengenali gejala BPD lebih dini, mengurangi stigma, serta mendorong akses terhadap intervensi berbasis bukti seperti DBT. Dengan langkah kolektif ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan suportif bagi penderita, sekaligus memperkuat komitmen terhadap kesehatan mental sebagai bagian integral dari kesejahteraan manusia.

Penulis: dr. Novalia Kuntardjo, M.Biomed, Sp. K.J.. Dosen fakultas kedokteran UKSW

Referensi

Azzam, S., Almari, R., Khattab, K., Badr, A., Balawi, A. R., Haddad, R., Almasri, R., & Varrassi, G. (tahun). Borderline personality disorder: A comprehensive review of current diagnostic practices, treatment modalities, and key controversies. [Nama Jurnal], volume(nomor), halaman–halaman. https://doi.org/xxxxx

Leichsenring, F., Fonagy, P., Heim, N., & Kernberg, O. F. (2024). Borderline personality disorder: A comprehensive review of diagnosis and clinical presentation, etiology, treatment, and current controversies. World Psychiatry, 23(1), 4–25. https://doi.org/10.1002/wps.21156

Irawan, M. R., Abiyyu, M. F., Safitri, N. A., Manzalina, M. Z., & Adni, A. (2023). A review of borderline personality disorder in adolescence. Lombok Medical Journal, 2(1), 1–10. https://doi.org/10.29303/lmj.v2i1.2507

Hernandez-Bustamante, M., Cjuno, J., Hernández, R. M., & Ponce-Meza, J. C. (2024). Efficacy of dialectical behavior therapy in the treatment of borderline personality disorder: A systematic review of randomized controlled trials. Iranian Journal of Psychiatry, 19(1), 119–129. https://doi.org/10.18502/ijps.v19i1.14347

Back To Top